Ahlan Wasahlan.


Myspace Banner Generator @ JellyMuffin.com

Minggu, 25 Mei 2008

4 Filsafat yang dominan yang mempengaruhi implementasi:

1. Perennialisme

(a) Berhubungan dengan perihal sesuatu yang terakhir. Cenderung menekankan seni dan sains dengan dimensi perennial yang bersifat integral dengan sejarah manusia. (b) Pertama yang harus diajarkan adalah tentang manusia, bukan mesin atau teknik. Sehingga tegas aspek manusiawinya dalam sains dan nalar dalam setiap tindakan. (c) Mengajarkan prinsip-prinsip dan penalaran ilmiah, bukan fakta. (d) Mencari hukum atau ide yang terbukti bernilai bagi dunia yang kita diami. (e) Fungsi pendidikan adalah untuk belajar hal-hal tersebut dan mencari kebenaran baru yang mungkin. (f) Orientasi bersifat philosophically-minded. Jadi, fokus pada perkembangan personal. (g) Memiliki dua corak:
(1) Perennial Religius: Membimbing individu kepada kebenaran utama (doktrin, etika dan penyelamatan religius). Memakai metode trial and error untuk memperoleh pengetahuan proposisional. (2) Perennial Sekuler: Promosikan pendekatan literari dalam belajar serta pemakaian seminar dan diskusi sebagai cara yang tepat untuk mengkaji hal-hal yang terbaik bagi dunia (Socratic method). Disini, individu dibimbing untuk membaca materi pengetahuan secara langsung dari buku-buku sumber yang asli sekaligus teks modern. Pembimbing berfungsi memformulasikan masalah yang kemudian didiskusikan dan disimpulkan oleh kelas. Sehingga, dengan iklim kritis dan demokratis yang dibangun dalam kultur ini, individu dapat mengetahui pendapatnya sendiri sekaligus menghargai perbedaan pemikiran yang ada.

2. Esensialisme

(a) Berkaitan dengan hal-hal esensial atau mendasar yang seharusnya manusia tahu dan menyadari sepenuhnya tentang dunia dimana mereka tinggal dan juga bagi kelangsungan hidupnya. (b) Menekankan data fakta dengan kurikulum yang tampak bercorak vokasional. (c) Konsentrasi studi pada materi-materi dasar tradisional seperti: membaca, menulis, sastra, bahasa asing, matematika, sejarah, sains, seni dan musik. (d) Pola orientasinya bergerak dari skill dasar menuju skill yang bersifat semakin kompleks. (e) Perhatian pada pendidikan yang bersifat menarik dan efisien. (f) Yakin pada nilai pengetahuan untuk kepentingan pengetahuan itu sendiri. (g) Disiplin mental diperlukan untuk mengkaji informasi mendasar tentang dunia yang didiami serta tertarik pada kemajuan masyarakat teknis.

3. Progresivisme

(a) Suka melihat manusia sebagai pemecah persoalan (problem-solver) yang baik. (b) Oposisi bagi setiap upaya pencarian kebenaran absolut. (c) Lebih tertarik kepada perilaku pragmatis yang dapat berfungsi dan berguna dalam hidup. (d) Pendidikan dipandang sebagai suatu proses. (e) Mencoba menyiapkan orang untuk mampu menghadapi persoalan aktual atau potensial dengan keterampilan yang memadai. (f) Mempromosikan pendekatan sinoptik dengan menghasilkan sekolah dan masyarakat bagi humanisasi. (g) Bercorak student-centered. (h) Pendidik adalah motivator dalam iklim demoktratis dan menyenangkan. (i) Bergerak sebagai eksperimentasi alamiah dan promosi perubahan yang berguna untuk pribadi atau masyarakat.

4. Rekonstruksionisme

(a) Promosi pemakaian problem solving tetapi tidak harus dirangkaikan dengan penyelesaian problema sosial yang signifikan. (b) Mengkritik pola life-adjustment (perbaikan tambal-sulam) para Progresivist. (c) Pendidikan perlu berfikir tentang tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Untuk itu pendekatan utopia pun menjadi penting guna menstimuli pemikiran tentang dunia masa depan yang perlu diciptakan. (d) Pesimis terhadap pendekatan akademis, tetapi lebih fokus pada penciptaan agen perubahan melalui partisipasi langsung dalam unsur-unsur kehidupan. (e) Pendidikan berdasar fakta bahwa belajar terbaik bagi manusia adalah terjadi dalam aktivitas hidup yang nyata bersama sesamanya. (f) Learn by doing! (Belajar sambil bertindak).